Kamis, 29 Maret 2012

Lingkungan dan Prilaku

Setiap manusia yang hidup di dunia ini memerlukan lingkungan yang bersih dan sehat agar dapat memberikan kenyamanan hidup. Oleh karena itu, manusia wajib peduli terhadap lingkungan dengan cara menjaga, memelihara dan menciptakan lingkungan hidup yang baik.


Masalah lingkungan hidup yang mencerminkan peradaban manusia telah menjadi pusat perhatian. Setiap tahun dan bahkan setiap bulan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerbitkan pernyataan mengenai kesehatan masyarakat dunia yang kurang memuaskan. Begitupula pernyataan para pemimpin dunia dan lembaga-lembaga penelitian dan ilmuwan di perguruan tinggi serta kaum politisi di berbagai negara menyampaikan keprihatinan terhadap lingkungan hidup yang semakin parah. Mereka berbicara yang disiarkan oleh berbagai media massa tentang ancaman terhadap sistem vital yang mendukung kehidupan, perlunya menstabilkan iklim, mengurangi ancaman perubahan iklim (global change), tidak berimbangnya jumlah penduduk dan sumberdaya alam yang mengakibatkan timbulnya kekurangan pangan dewasa ini yang menimpa berbagai kawasan di dunia, dampak pencemaran udara di kota-kota besar dan lain-lain.
Kemajuan teknologi yang kemudian memotivasi manusia menjadi serakah, maka dewasa dan perkembangan lingkungan hidup semakin parah serta laju kerusakan lebih cepat dari pemulihan. Sementara itu, banyak orang yang membuang sampah sembarangan, sehingga sering sekali kita melihat situasi yang semrawut, sampah-sampah berserakan, dan lingkungan yang tidak sedap dipandang. Banjir dimana-dimana akibat perilaku manusia yang tidak peduli lingkungan. Dalam upaya mencari jalan keluar (solusi) terhadap  berbagai masalah lingkungan hidup yang makin ruwet saja, diperlukan intervensi perilaku untuk dapat memperbaiki lingkungan hidup. Rasanya pernyataan di atas sering disampaikan oleh penggiat lingkungan, juga oleh kaum muda yang peduli lingkungan. Tetapi pendidikan lingkungan yang mengajarkan untuk bersahabat dengan lingkungan masih terasa kurang di berbagai kesempatan baik melalui pendidikan formal maupun non formal.


Perilaku merupakan wujud tindakan seseorang berdasarkan pemahaman dan kemauan terhadap sesuatu yang dihadapi. Sedangkan lingkungan hidup merupakan wahana dimana mahluk dapat bertahan dan berkembang biak. Melihat beberapa contoh dari pernyataan di atas, bagaimana perilaku manusia dirubah oleh kondisi lingkungan hidupnya. Orang Indonesia pada umumnya bila berada di negeri sendiri (atau di daerahnya masing-masing) tak mau membuang sampah pada tempatnya, tak mau antri di dalam menunggu sesuatu, tak mau menggunakan jembatan penyeberangan, dan tak mau menjadi pengemudi yang santun di jalanan. Sehingga seringkali kita melihat situasi yang semrawut, sampah-sampah berserakan, orang-orang menyeberang jalan tanpa aturan, kendaraan umum yang ugal-ugalan tak tahu aturan di dalam berlalu-lintas, dan berbagai akibat lainnya. Situasi lingkungan perkotaan yang terjadi di kota ini adalah hasil dari suatu akal sehat bersama yang cenderung berbentuk aksi negatif. Kondisi tersebut sangat memalukan diri sendiri, apalagi dilihat oleh bangsa lain yang sedang berkunjung ke daerah kita. Situasi ini membuat tak nyaman bagi masyarakat kota  yang masih mau mengikuti aturan.


Sebaliknya, mari kita lihat perilaku orang-orang Indonesia (umumnya), apabila berada di luar negara Indonesia seperti contoh di negara tetangga Singapura. Mereka melakukan tindakan/aksi yang positif dimana semuanya pada menurut atau patuh dengan situasi negara ini. Harus antri untuk menunggu apa saja seperti menunggu taksi, antri di toko, dan lain-lain pokoknya semuanya mesti antri. Dilarang meludah di lantai, dilarang membuang sampah sembarangan karena akan dikenakan denda. Tak ada satupun orang Indonesia yang ingin mencoba di denda di Singapura (misalkan) gara-gara meludah dan membuang sampah sembarangan atau menyeberang sembarangan. Selain mahal bayarannya, juga ada rasa malu terhadap tuan rumah negara itu. Begitulah, perilaku orang-orang Indonesia yang dengan cepat beradaptasi membentuk perilaku yang baik mereka selama berada di luart negeri. Mengapa orang Indonesia mau berperilaku tertib di luar negeri? Karena ada sesuatu yang membuat manusia-manusia itu melakukan perubahan-perubahan tersebut. Menurut S. Kaplan dalam buku Psikologi Lingkungan (Sarwono, 1992) bahwa manusia itu pada dasarnya adalah mahkluk yang berakal sehat. Sebagai makhluk berakal sehat, maka ia selalu ingin menggunakan akal sehatnya, namun ia tidak selalu dapat melakukannya. Hal ini bergantung pada faktor yang mempengaruhinya seperti situasi dan kondisi lingkungan. Namun menurut S. Kaplan bahwa manusia sebagai makhluk berakal sehat sangat berbeda dari manusia sebagai makhluk rasional. Rasio tidak bergantung pada situasi, sedangkan akal sehat bergantung pada situasi menurut Sarlito Wirawan Sarwono (pakar psikologi).


Sebagai makhluk rasional, manusia tahu apabila membuang sampah sembarangan, ia akan mengotori lingkungan dan hal ini berlaku dimana saja dan kapan saja. Namun, jika manusia itu kebetulan sedang berada di tempat yang memang sudah kotor dan penuh dengan sampah, akal sehatnya berkata bahwa tidak apalah ia menambah sedikit sampah lagi di tempat itu daripada dia harus membawanya ke tempat sampah yang belum tentu ada di sekitar tempat itu. Tetapi bila ia berada di suatu tempat yang memang terjaga kebersihannya, akal sehatnya akan mengatakan bahwa tidak layak ia mengotori tempat itu walau hanya dengan setitik abu. Tempat sampah sudah tersedia disitu sehingga manusia dengan akal sehatnya membuang sampah pada tempatnya.


Pada umumnya di negara maju penerapan aturan hukum selalu dibarengi dengan memperhatikan akal sehat manusianya, dan secara konsisten pemerintahnya  menyediakan sarana-sarana yang mendukung aturan yang dibuat. Penerapan hukum juga selalu konsisten dengan memberikan reward dan punishment. Ada tempat-tempat sampah yang disiapkan di berbagai tempat untuk menunjang kebersihan lingkungan. Akal sehat mereka dilatih untuk melakukan aksi positif yang menguntungkan orang banyak. Melatih memiliki kesadaran dan sportifitas apabila telah berbuat kesalahan atau penyimpangan terhadap kesepakatan yang sudah disetujui. Orang akan sadar bila berbuat kesalahan atau penyimpangan, maka ia harus membayar denda, bahkan tidak akan menunda pembayarannya karena bila diketahui terlambat dia akan mendapatklan sangsi lebih berat.


Bagaimana di Indonesia? Orang-orang yang patuh di luar negeri yang baru pulang, kini berbondong-bondong melakukan pelanggaran, membuang sampah dimana-mana, melakukan corat-coret pada tembok atau di jalanan terbuka, melakukan tindakan-tindakan merusak yang merugikan masyarakat, masyarakat menyeberang sembarangan di jalan-jalan raya tanpa ada rasa takut, meludah di sembarangan tempat, parkir sembarangan di jalan raya yang mengakibatkan macet, mengotori sungai-sungai yang mengakibatkan banjir bila turun hujan, merokok di ruang AC tak peduli apa akibatnya bagi yang tidak merokok dan menghirup asapnya. Begitulah yang terjadi pada umumnya, semuanya serba bisa dilakukan dan umumnya akal sehat masyarakatnyapun seolah menyetujui kondisi tersebut.


Masyarakat terkena sindrom masa bodoh atau "cuek" atau tak peduli lagi dengan sekelilingnya. Semua menjadi hal yang biasa dan layak dilakukan. Aturan dilarang dan tulisan dilarang membuang sampah dan sangsipun ada, tetapi pelanggaran tetap terjadi terus dan tidak ada tindakan sangsi yang diterapkan. Kebanyakan pada umumnya aturan-aturan tersebut belum ditunjang dengan ketersediaan lingkungan fisik, misalnya tidak tersedia sarana pembuangan sampah yang memadai, Bila adapun mungkin tempat sampahnya penuh (karena tidak diangkut) atau rusak sehingga tidak berfungsi baik, seperti terlihat di halte-halte bus di perkotaan. Tidak diterapkan sangsi bagi pelanggar, maka akan membentuk perilaku yang tidak peduli sama sekali terhadap lingkungan sekitarnya. Kalaupun ada yang peduli, seringkali menjadi orang yang aneh di tempat tersebut, dan seolah orang yang peduli itu tak lagi memiliki akal sehat karena telah tertutup oleh akal sehat orang yang tak peduli yang jumlahnya masih lebih banyak dibandingkan yang peduli.


Perilaku tidak hanya ditentukan oleh lingkungan dan sebaliknya, melainkan kedua hal itu saling menentukan dan tidak dapat dipisahkan. Teori ini sering membuat kita bingung di dalam mengambil keputusan, mana terlebih dahulu yang akan dibenahi? Teori yang sering berkonotasi mencari kambing hitam didalam penyelesaian permasalahan, maka teori determinan kesehatan bahwa menurut Hendrik L. Blum bahwa perilaku dan lingkungan merupakan penyebab terbesar yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat. Terlepas dari penyebab rusaknya lingkungan di negeri kita, mari kita melangkah maju untuk mencari solusi untuk memperbaiki lingkungan hidup yang rusak dengan menerapkan aturan hukum yang konsisten dengan sangsinya. Tidak kalah pentingnya kita harus melakukan pendidikan lingkungan hidup  utamanya bagi kaum muda untuk memelihara lingkungan yang sehat. Sesungguhnya faktor perilakulah yang akan mengakibatkan lingkungan hidup rusak atau baik. Mengingat merubah perilaku manusia ketika dewasa jauh lebih sulit, maka lebih baik memulai menanamkan perilaku bersih dan sehat bagi kaum muda sejak dini. Marilah kita berperilaku bersih dan sehat yang akan dapat menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar