Jakarta, Dulu, sewaktu masih duduk di bangku Sekolah
Dasar, saya sering menjumpai teman-teman saya yang pandai umumnya
memiliki kepala lebih besar jika dibandingkan dengan teman-teman yang
lainnya. Demikian pula dalam film tentang manusia-manusia pada masa yang
akan datang, mereka selalu digambarkan dengan kepala besar sebagai
simbol orang pandai.
Tetapi, setelah berkecimpung dalam bidang bedah saraf, ternyata saya menjumpai keadaan yang sebaliknya. Pasien-pasien bayi dan anak kecil yang datang dengan kepala membesar biasanya justru kurang pandai
Pada keadaan normal, dalam ruangan otak terdapat cairan otak yang jumlahnya lebih-kurang 150 ml. Cairan ini di produksi oleh suatu bagian otak, yang keseimbangannya diatur melalui sistem sirkulasi tersendiri dan diserap oleh bagian lain di otak.
Tetapi, setelah berkecimpung dalam bidang bedah saraf, ternyata saya menjumpai keadaan yang sebaliknya. Pasien-pasien bayi dan anak kecil yang datang dengan kepala membesar biasanya justru kurang pandai
Pada keadaan normal, dalam ruangan otak terdapat cairan otak yang jumlahnya lebih-kurang 150 ml. Cairan ini di produksi oleh suatu bagian otak, yang keseimbangannya diatur melalui sistem sirkulasi tersendiri dan diserap oleh bagian lain di otak.
Karena
suatu sebab, cairan otak tersebut dapat menumpuk dalam ruangan atau
rongga cairan otak (dalam bahasa kedokteran di sebut ventrikel otak),
sehingga mengakibatkan otak yang terdesak menjadi tipis dan tengkorak
membesar.
Penyakit seperti ini dinamakan hidrosefalus
(hydrocephalus), berasal dari kata hydro yang berarti air dan cephalus
yang berarti kepala. Penyakit ini merupakan salah satu jenis penyakit
bawaan yang cukup sering terjadi pada bayi baru lahir dan balita.
Namun,
penyakit ini dapat juga terjadi pada anak yang lebih besar dan pada
orang dewasa, yang tentunya tidak lagi memperlihatkan bentuk kepala yang
membesar, karena tulang tengkorak sudah keras dan persambungan antara
bagian-bagian tulang tengkorak telah menutup.
Penyakit hidrosefalus pada bayi dan anak.
Dalam
dunia kedokteran yang telah maju dengan pembagian dalam macam-macam
bidang spesialisasi seperti sekarang ini, ada dokter yang khusus
menghadapi pasien-pasien bayi dan anak, dan ada yang hanya menangani
pasien dewasa.
Tetapi dalam bidang bedah saraf, kami menangani
pasien-pasien yang tidak terbatas, mulai dari bayi sampai orang tua.
Sebenarnya saya pribadi kurang menyukai berhadapan dengan pasien-pasien
bayi atau anak, karena sejak kecil saya memang kurang senang mendengar
tangis anak kecil yang selalu membuat hati trenyuh (tersentuh).
Pelbagai
kesulitan sering dijumpai dalam menghadapi penderita bayi atau anak
kecil. Biasanya orangtua yang mendampingi juga jatuh dalam keadaan
mental yang sakit sehingga saya seakan-akan menghadapi tiga pasien
sekaligus, yaitu si anak itu sendiri, ditambah lagi dengan kedua
orangtuanya, dan tidak jarang neneknya.
Karena si penderita yang
masih kecil itu tidak dapat mengutarakan keluhannya dan juga tidak dapat
memberikan jawaban, ditambah lagi dengan perasaan khawatir yang
berlebihan dari orangtuanya, pemeriksaan pasien membutuhkan kecermatan,
kesabaran dan waktu yang lama.
Banyak jenis hidrosefalus dimulai
pada masa kanak-kanak, biasanya disertai oleh kelainan bawaan lainnya.
Insidensi hidrosefalus kongenital sebesar 1 kasus per 1.000 kelahiran
hidup. Di Amerika Serikat, kejadian hidrosefalus keseluruhan pada
kelahiran sebesar 0.5-4 per 1.000 kelahiran hidup.
Sedangkan,
jumlah kasus hidrosefalus pada tiga bulan kehidupan setelah kelahiran
sebanyak 0,1-0,4%. Jumlah kasus hidrosefalus di dunia cukup tinggi. Di
Belanda dilaporkan telah terjadi kasus sekitar 0,65 per mil per tahun,
dan di Amerika sekitar 2 per mil per tahun. Sedangkan di Indonesia
mencapai 10 mil per tahun.
Penyebab pasti terjadinya kelainan
bawaan sampai sekarang masih belum jelas. Biasanya terjadi pada
kehamilan yang si ibu masih muda usianya, dan disebabkan oleh:
1. Kekurangan oksigen (hipoksia)
2. adiasi
3. Kekurangan nutrisi
4. Radang atau infeksi
5. Cedera atau trauma
6. Obat-obatan
7. Hormonal
Pada hidrosefalus, pengumpulan cairan otak yang berlebihan dalam ruangan otak dapat terjadi karena:
1. Produksi cairan otak yang berlebihan,
2. Gangguan aliran cairan otak,
3. Gangguan proses penyerapan (absorbsi) cairan otak.
Keadaan-keadaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal yang bisa dikelompokkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1. Kelainan bawaan (kongenital)
2. Kadang dan pendarahan otak
3. Tumor otak
Gejala
klinis hidrosefalus yang tampak adalah membesarnya lingkaran kepala
bayi atau anak yang melebihi ukuran normal, atau ubun-ubun besar yang
tetap terbuka di saat seharusnya menutup. Sering juga terlihat pembuluh
darah disekitar kepala yang melebar, dan matanya berbentuk seperti
matahari terbit.
Bila kepalanya diketuk-ketuk, akan terdengar
seperti kalau kita mengetuk kendi rengat (retak). Untuk mengetahui
keadaan secara cermat, pemeriksaan dengan CT Scan Bahkan MRI adalah yang
paling tepat.
Untuk mengobati penyakit hidrosefalus, satu-satunya cara terbaik adalah
operasi kepala. Tindakan operasi pembuatan bypass bertujuan untuk
mengurangi pengumpulan cairan otak yag berlebihan di dalam tengkorak.
Biasanya,
operasi semacam itu dilakukan dengan memasang pompa dan selang khusus
untuk mengalirkan cairan tersebut dari bagian kepala ke dlam rongga
perut. Meskipun operasi semacam ini untuk bayi atau anak-anak termasuk
operasi yang cukup besar, bila tidak dikomplikasikan, penderita sudah
diperbolehkan pulang 3 atau 4 hari sesudah operasi.
Untuk kasus
hidrosefalus yang disebabkan oleh desakan tumor otak, selain operasi
pembuatan bypass, juga perlu tindakan lain untuk menghilangkan penyebab
itu.
Dalam profesi kedokteran, kesadaran akan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting dalam upaya
meyelamatkan kehidupan. Dalam bidang bedah saraf, teknik neuroendoskopi
yang dikenal sejak tahun 2003 telah memperbarui standar pengobatan
hidrosefalus. Tidak diperlukan lagi pemasangan selang dari ruangan
cairan otak ke perut atau jantung pada kasus hidrosefalus yang
diakibatkan oleh hambatan aliran cairan otak, karena teknik ini mampu
menjangkau daerah yang sulit untuk membuka sumbatan, sehingga cairan
otak dapat mengalir kembali.
Setiap kali menghadapi pasien dengan
kelainan bawaan seperti hidrosefalus, kadang-kadang kami para dokter
memerlukan pandangan dan sikap yang khusus. Karena bila keadan penyakit
sudah terlambat atau jaringan otak yang tertinggal tidak banyak lagi,
pada umumnya penderita tidak akan bisa tumbuh berkembang sepandai
anak-anak lain. Anak tersebut tidak akan memiliki IQ (tingkat
kecerdasan) yang cukup, sehingga tidak mampu hidup mandiri ataupun hidup
produktif dalam masyarakat.
Kadang-kadang dalam menghadapi
kenyataan seperti ini, timbul pertanyaan dalam diri saya sendiri,"Apakah
bayi atau anak seperti mereka ini perlu ditolong?". Bahkan dalam
pelbagai kongres internasional sudah beberapa kali dibahas mengenai
persoalan tersebut. Tetapi akhirnya, semua itu bergantung pada keinginan
orangtua si penderita itu sendiri, dan pandangan serta sikap dokter
yang menanganinya.
Biasanya dalam menghadapi penderita
hidrosefalus, kami mengalami masalah pelik, berhubungan dengan keadaan
dan usia penderita yang masih muda, sehingga sulit membedakan apakah
kemampuan anak itu terbatas atau tidak untuk dilakukan operasi.
Orangtua
si penderita sering beranggapan bahwa kelainan si anak hanya pada
bentuk kepalanya saja yang besar, sedangkan fungsi otak atau kepandaian
anak tersebut tidak terganggu. Apalagi sejak dulu, sejarah membenarkan
gambaran kepada kita, bahwa orang yang berkepala besar secara fisik itu
lebih pandai.
Hal tersebut merupakan salah satu penyakit yang
kadang-kadang menimbulkan kesulitan bagi kami dalam memberikan
penjelasan, bahwa tujuan operasi yang dilakukan hanya untuk mencegah
agar kepala tidak semakin membesar lagi dengan harapan sisa jaringan
otak yang masih ada dapat berkembang kembali.
Kini diketahui
berdasarkan teori bahwa pertumbuhan dan perkembangan otak masih
berlangsung sampai anak berusia 3 tahun. Sebenarnya dalam keadaan biasa
(normal), jaringan otak manusia bertumbuh penuh sampai pada usia 20
tahun.
Namun pada kasuk-kasus hidrosefalus yang berat dan datang
terlambat, umumnya jaringan otak yang masih ada hanya tinggal 20-30 %,
sehingga dengan pengobatan, bagaimanapun hebatnya, sulit untuk
memulihkan kembali guna mencapai jumlah dan besar otak seperti sediakala
(normal).
Sesuai dengan yang telah disebutkan di atas, tujuan
tindakan operasi pada penyakit hidrosefalus adalah mencegah agar tidak
terjadi pengumpulan cairan otak secara berlebihan, karena akan
mengakibatkan penekanan yang lambat laun akan merusak jaringan otak. Dan
kemudian, diharapkan adanya regenerasi jaringan otak yang ada supaya
dapat berkembang semaksimal mungkin.
Pada umunya,bila sudah
terjadi kerusakan otak yang cukup berat, anak itu nantinya akan sulit
menyesuaikan diri dalam mengikuti kehidupan di masyarakat biasa. Bahkan,
hampir tidak mungkin mengharapkan mereka menjadi manusia yang berguna
dan produktif bagi masyarakat.
Di samping itu dalam dunia
kedokteran moderen pun, masih belum ditemukan obat-obatan yang dapat
memulihkan otak yang telah mengalami kerusakan untuk bergenerasi dengan
sempurna, ataupun cara pengobatan lain (seandainya saja kelak dapat
dilakukan pencangkokan otak dari orang yang satu kepada yang lain).
Apabila
melihat kesulitan yang akan dihadapi oleh bayi atau anak yang menderita
penyakit hidrosefalus dengan otak yang amat kurang, kadang-kadang saya
kurang bersemangat mengambil tindakan operasi. Dan seandainya operasi
berhasil dilakukan, timbul pertanyaan "Apakah bukan sebaliknya, yaitu
malahan menimbulkan masalah yang akan membebani orangtua si penderita,
orang yang akan mendidik, orang yang akan membiayai hidupnya, serta
masyarakat umumnya?"
Masih ada satu hal yang agak menguntungkan,
bahwa anak tersebut biasanya tidak mempunyai sifat dan sikap yang ganas,
sehingga mereka tidak membahayakan sekitarnya. Dan karena kemampuan
mereka yang sangat terbatas, kadang-kadang hanya bisa diperlakukan
sebagai 'barang tontonan' saja. Memang pada kasus-kasus hidrosefalus
yang lebih ringan, si penderita masih bisa dilatih untuk dapat melakukan
pekerjaan sederhana,misalnya membuat sesuatu hasil produksi,namun tentu
hasilnya juga hanya akan sederhana dan terbatas.
Bagaimanapun
keadaannya, tugas kami para dokter hanyalah berusaha memberi kesempatan
bagi para pasien, supaya berumur panjang, serta bisa memperoleh
kesehatan jasmani dan rohani semaksimal mungkin. Nasib selanjutnya kami
serahkan ke dalam tangan Tuhan Yang Mahakuasa.
Dan, saya yakin
bahwa kebahagiaan hidup mereka bukan ditentukan oleh orang lain. Hak dan
hidup sama rata bagi seluruh umat manusia. Walaupun ditinjau dari segi
realitas duniawi, tidak boleh menghalang-halangi hak mereka untuk hidup
yang merupakan pemberian Tuhan.
Sebenarnya, apabila kedatangan si
penderita tidak terlambat, banyak kasus hidrosefalus dapat tertolong
dengan baik. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa diagnosis dini sungguh
sangat penting untuk menentukan masa depan kesehatan (prognosis) dan
nasib penderita. Maka, para orangtua yang mempunyai anak seyogyanya
memberikan perhatian yang sepenuhnya kepada anaknya sendiri.
Penulis
Prof. DR. Dr. Satyanegara, Sp.BS
Dokter Ahli Bedah Saraf Senior di Indonesia
Lahir di Kudus 1 Desember 1938
(Dikutip dari buku 'Cerita Lucu dari Profesor Bedah saraf', terbitan Gramedia)
Biografi Prof. DR. Dr. Satyanegara, Sp.BS
Hikmah dari ketekunan membuat Satyanegara menjadi ahli
bedah saraf kelima di Indonesia setelah Prof. Suwaji, Prof. Handoyo,
Prof. Iskarno, dan Prof. Patmo. Tahun 1972 dipercayakan menjabat Kepala
Bagian Bedah Saraf Rumah Sakit Pusat Pertamina
(RSPP), praktik pada bagian bedah saraf pada Universitas Northwest,
Chicago (1975), bagian bedah saraf di Universitas Harvard, Boston
(1980), guru besar luar biasa Universitas Padjadjaran, Bandung, 1992. Berkat reputasinya, tahun 1989 Pertamina mempercayakan dirinya menjabat Kepala RSPP.
Dalam organisasi profesi, Satyanegara pun turut berkiprah. Hingga saat ini ia menjadi anggota Ikatan Ahli Bedah Saraf Indonesia (IKABSI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), ASEAN Neurosurgical Society, Japanese Neurological Surgery Association, World Federation of Neurosurgeons, dan The Academia Eurasiana Neurochirurgica.
Dalam organisasi profesi, Satyanegara pun turut berkiprah. Hingga saat ini ia menjadi anggota Ikatan Ahli Bedah Saraf Indonesia (IKABSI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), ASEAN Neurosurgical Society, Japanese Neurological Surgery Association, World Federation of Neurosurgeons, dan The Academia Eurasiana Neurochirurgica.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar