Minggu, 22 Januari 2012

Kalender Lingkungan Hidup 2011


Aksi aktivis lingkungan Greenpeace memprotes pencemaran sungai Citarum, Jawa Barat. Foto : Greenpeace.
Aksi aktivis lingkungan Greenpeace memprotes pencemaran sungai Citarum, Jawa Barat. Foto : Greenpeace.

Berbagai ancaman pengrusakan dan pencemaran lingkungan hidup masih terus menghantui lingkungan Indonesia. Di tahun 2011 ini sejumlah komitmen positif dari pemerintah untuk melestarikan lingkungan, sayangnya komitmen itu miskin aksi. Berikut Kaledioskop lingkungan 2011 yang disari dari catatan akhir tahun Greenpeace. 


Hutan Indonesia


Di tahun 2011 adalah tahun yang bersejarah karena akhirnya moratorium (penghentian sementara) penghancuran hutan di berlakukan selama dua tahun. Selain itu, salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia Golden Agri Resources (GAR) – Sinar Mas Group juga mengeluarkan komitmen untuk berhenti merusak hutan alam bernilai konservasi tinggi yang memiliki kandungan karbon tinggi. Selama lebih dari empat tahun Greenpeace berkampanye mendesak segera diberlakukannya moratorium dan mendesak GAR (Sinar Mas) berhenti merusak hutan alam. Bagi Greenpeace, komitmen Moratorium tidak akan berarti apa-apa tanpa aksi nyata segera dari pemerintah. Moratorium tidak akan efektif dalam menyelamatkan hutan Indonesia jika pemerintah tidak melakukan evaluasi terhadap izin-izin konsesi yang telah diberikan di kawasan yang masih memiliki tutupan hutan alam.

Selain itu penegakkan hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik juga mutlak harus segera diwujudkan karena menurut data dari Kementerian Kehutanan, kerugian negara akibat kerusakan hutan telah mencapai Rp180,2 triliun. Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mencatat bahwa selama kurun 2005 hingga 2010 negara dirugikan Rp169,7 triliun

Iklim dan Energi


Dari sektor energi, di tahun 2011 adalah titik perenungan untuk Indonesia menghentikan rencan pembangunan PLTN, Setelah bencana ledakan reaktor Fukushima di bulan Maret 2011, Presiden SBY dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menyatakan tidak akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Selama bertahun-tahun Greenpeace terus berkampanye mengenai bahaya, resiko dan biaya PLTN yang tidak sebanding dengan manfaatnya, serta mempromosikan energi terbarukan sebagai solusi.

Sampai akhir tahun 2011, Indonesia masih sangat tergantung terhadap bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya. Pemerintah masih menganggap batubara sebagai sumber energi termurah, puluhan PLTU batubara dibangun di seluruh wilayah Indonesia.  Indonesia juga tercatat sebagai negara pengekspor batubara terbesar kedua di  dunia setelah Australia.

Ironisnya, Energi Terbarukan yang merupakan solusi global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mitigasi terhadap perubahan iklim, justru sangat lambat perkembangannya di Indonesia. Sampai akhir tahun 2011, kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi Indonesia masih kurang dari 5%.
Indonesia, sebagai negara kepulauan merupakan salah satu negara yang paling rentan sekaligus paling tidak siap untuk mengatasi dampak-dampak perubahan iklim. Studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyatakan bahwa kawasan Asia Tenggara, termasuk didalamnya Indonesia akan menghadapi dampak yang paling buruk  dari perubahan iklim dibanding yang akan dialami oleh negara-negara lain di dunia..

Limbah Beracun


Kampanye limbah beracun dimulai Greenpeace di Indonesia pada tahun ini, ada beberapa sinyalemen positif dari pemerintah yang telah secara terbuka mengakui keterbatasan mereka dalam mengkontrol praktek pembuangan limbah industri dan juga mengakui bahwa Sungai Citarum tercemar oleh limbah industri dan kualitas airnya yang telah tercemar berat oleh berbagai sumber.

Pemerintah Indonesia dan Industri harus mengadopsi komitmen politik terhadap ‘nol pembuangan’ bahan kimia berbahaya dalam satu generasi yang berdasarkan prinsip kehati-hatian dan menggunakan pendekatan pencegahan dalam manajemen bahan kimia untuk menjamin masa depan yang bebas toksik dan untuk sumber-sumber air yang bersih dari bahan kimia berbahaya di Sungai Citarum dan di tempat lain di Indonesia sebagai jalan terbaik untuk menghindari biaya lingkungan, ekonomi, kesehatan dan sosial yang besar dalam jangka panjang akibat polusi industri terhadap sumber air.
Ada beberapa catatan yang bisa dipetik dari 2011 adalah di dalam upaya penyelamatan lingkungan sering menghadapi kekuatan status quo yang berusaha menghambat dan berpotensi merepresi kekebasan berserikat kelompok masyarakat sipil. 

Upaya penyelamatan membutuhkan komitmen riil dari semua kalangan. Urusan pelestarian lingkungan tak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah dan para aktivis lingkungan, tapi perlu keterlibatan dan dukungan semua stakeholeder masyarakat, karena bumi ini merupakan rumah kita yang wajib kita jaga dan lestarikan.***

(sumber : http://www.beritalingkungan.com/berita/2011-12/kadioskop-lingkungan-hidup-2011/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar